Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Waris Menurut Undang - Undang

Hukum Waris Menurut Undang - Undang

Hukum - 
Jika berbicara mengenai warisan, tentu akan berkaitan dengan harta peninggalan dari orang yang telah wafat. Istilah "warisan" berawal dari bahasa Arab, yakni "Al-miirats" yang disebut bentuk masdar atau infinitif dari kata "waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan" yang memiliki makna berpindahnya suatu hal dari seseorang (kaum) kepada orang (kaum) lain. 

Warisan bukan hanya sebatas harta bergerak atau harta tidak bergerak yang ditinggal oleh orang yang telah wafat, tapi dapat berupa hutang yang masih belum sempat pernah dibayar oleh orang yang telah wafat itu.


Di Indonesia, ada aturan-aturan mengenai warisan (hukum waris) yang berjalan dengan cara sah, yakni :

  • Hukum Waris Adat 
  • Hukum Waris Islam
  • Hukum Waris Perdata


Hukum waris Adat 


Hukum Waris Adat, ialah ketentuan pembagian harta warisan berdasar hukum adat dari suku tertentu di Indonesia. Etika-etika hukum adat memanglah tidak dengan jelas tercatat tapi ketentuan adat ini masih kuat digerakkan di sejumlah suku tertentu yang berada di Indonesia.


Hukum Waris Islam 


Hukum Waris Islam, ialah ketentuan pembagian harta warisan berdasar kitab suci Al-Quran dan Hadits yang digerakkan oleh beberapa penganut agama Islam.


Hukum Waris Perdata


Hukum Waris Perdata, ialah ketentuan pembagian harta warisan berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW).


Ke-3 hukum waris yang berjalan di Indonesia itu memiliki beberapa unsur yang serupa, yakni seperti berikut :


Pewaris, ialah orang yang wafat atau orang yang memberi warisan.


Ahli waris, ialah orang yang menerima warisan atau orang yang dikasih hak secara hukum untuk menerima harta dan kewajiban atau utang yang ditinggal oleh pewaris.


Harta warisan, ialah segala hal yang diberikan kepada ahli waris dari pewaris untuk dipunyai, baik itu berbentuk harta bergerak, harta tidak bergerak, atau kewajiban berbentuk utang.


Hukum waris menurut konsepsi hukum perdata barat yang mengambil sumber pada KUH Perdata sebagai bagian dari hukum harta kekayaan, yakni hanya hak dan kewajiban yang berbentuk harta kekayaan (aktiva dan pasiva) yang disebut warisan dan yang bakal diturunkan. 


Hak dan kewajiban diartikan ialah dalam rangka hukum publik, bukan hak dan kewajiban yang muncul dari kesusilaan dan kesopanan. Dalam hukum waris menurut KUH Perdata berlaku azas seperti berikut :

jika seseorang wafat, karena itu saat itu semua hak dan kewajibannya berpindah kepada sekaligus ahli warisnya".


Hak dan kewajiban yang berpindah pada ahli waris ialah sejauh terhitung dalam lapangan hukum harta kekayaan atau cuman hak dan kewajiban yang bisa dipandang dengan uang.


Persyaratan Pewarisan Menurut KUHP Perdata. 


Yang diartikan dengan pewarisan ialah proses berpindahnya harta kekayaan seseorang ke ahli warisnya. Pewarisan cuman akan muncul karena kematian. Oleh karena itu, persyaratan berlangsungnya pewarisan ialah seperti berikut :


  • Ada seorang yang wafat.
  • Ada orang yang hidup sebagai ahli waris, yang bakal mendapatkan peninggalan di saat pewaris wafat.
  • Ada beberapa harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.


Peralihan hak dan kewajiban dari yang wafat (pewaris) ke pewarisnya itu akan berjalan tanpa membutuhkan satu perlakuan tertentu, termasuk jika ahli waris yang berkaitan belum mengetahui mengenai ada peninggalan tersebut. Keadaan yang begitu disebutkan dengan "saisine".


Cara Berlangsungnya Pewarisan Menurut KUH Perdata. 


Hukum waris menurut KUH Perdata berpedoman sistem individual, di mana tiap ahli waris memperoleh harta warisan bagiannya masing-masing. 


Ada dua cara berlangsungnya pewarisan atau cara untuk mewarisi, yakni :menurut ketetapan undang-undang (ab intestato). 


Undang-undang berprinsip jika seorang bebas untuk tentukan kehendaknya mengenai jarta kekayaannya sesudah dia wafat. 


Namun saat dia hidup, rupanya dia tidak menentukan apa yang perlu dilaksanakan pada harta kekayaannya, karena itu dalam hal tersebut undang-undang akan menentukan hal penataan harta yang ditinggalnya itu.


Dipilih dalam surat wasiat (testament). Surat wasiat atau testament ialah satu pengakuan dari seorang mengenai apa yang diinginkannya sesudah dia wafat. 


Sifat utama dari surat wasiat ialah memiliki kemampuan berlaku sesudah pembuat surat wasiat wafat dan tidak bisa diambil kembali. Sepanjang sang pembuat surat wasiat masih hidup, karena itu dia bisa mengubah atau menggagalkan surat wasiat yang sudah dibikinnya itu.


Yang Terhitung Ahli Waris Berikut Bagiannya Menurut KUH Perdata. Yang terhitung pewaris menurut KUH Perdata bisa dibagi jadi dua jenis, yakni :


1. Berdasar Undang-Undang.


Pada umumnya, undang-undang sudah memutuskan keluarga sebagai ahli waris, yakni istri atau suami yang ditinggal dan keluarga syah atau mungkin tidak syah dari pewaris. 


Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris ab intestato berdasar hubungan darah bisa dibagi jadi empat kelompok, yakni :


Kelompok pertama, ialah keluarga dalam garis lurus ke bawah, yang mencakup anak-anak berikut keturunan mereka, dan istri atau suami yang ditinggal atau yang hidup paling lama, masing-masing mendapatkan satu bagian yang serupa.


kelompok ke-2 , ialah keluarga dalam garis lurus ke atas, yang mencakup orangtua dan saudara, baik lelaki atau wanita, dan keturunan mereka, masing-masing mendapatkan bagian yang serupa. 


Namun, untuk orangtua (ibu atau ayah) ada ketentuan khusus yang menjamin jika bagian mereka tidak kurang dari seperempat bagian dari harta warisan, walupun mereka mewaris bersama saudara pewaris.


kelompok ke-3 , yang mencakup kakek, nenek, dan nenek moyang seterusnya ke atas dari pewaris. Kelompok ini akan memperoleh bagian peninggalan jika pewaris benar-benar tidak meninggalkan ahli waris golongan pertama dan golongan ke-2 . 


Pada kondisi demikian, saat sebelum harta peninggalan dibuka, lebih dulu harus dipisah dua (kloving). Setengah yang satu sebagai bagian sanak keluarga dari pancer ayah pewaris, dan setengah bagian lagi sebagai bagian sanak keluarga dari pancer ibu pewaris. 


Bagian masing-masing itu harus diberikan kepada kakek pewaris pada bagian dari pancer ayah, sedang pada bagian dari pancer ibu harus diberikan kepada nenek.


kelompok ke-4, yang mencakup bagian keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga yang lain sampai derajat ke enam. Kelompok ini akan memperoleh bagian peninggalan jika ahli waris benar-benar tidak tinggalkan ahli waris golongan pertama, golongan ke-2 , atau golongan ke-3 . 


Cara pembagiannya ialah seperti berikut, bagian yang setengah dari pancer ayah atau dari pancer ibu jatuh ke saudara-saudara ponakan sang pewaris yakni saudara sekakek atau saudara senenek dengan pewaris. 


Jika dalam bagian pancer ibu benar-benar tidak ada ahli waris sampai derajat ke enam, karena itu bagian pancer ibu jatuh ke para pewaris dari pancer ayah, demikian juga sebaliknya.


Undang-undang tidak membandingkan ahli waris lelaki dan wanita, pun tidak membandingkan posisi kelahiran. Undang-undang cuman menentukan jika masihlah ada ahli waris kelompok pertama, maka menutup hak bagian keluarga yang lain dalam garis lurus ke atas atau ke samping. 


Demikian pula kelompok yang semakin tinggi derajatnya tutup kelompok yang lebih rendah derajatnya.


2. Berdasarkan Surat Wasiat (Testament).


Ahli waris yang muncul berdasar surat wasiat atau testament banyaknya tidak pasti, karena ahli waris berdasar surat wasiat atau testament tergantung pada kehendak sang pembikin wasiat atau testament. 


Namun dalam KUH Perdata ada ketetapan yang membatasi seorang pembuat surat wasiat atau testament supaya tidak bikin rugi ahli waris menurut undang-undang. Seperti ketetapan yang tertera dalam Pasal 881 ayat (2) KUH Perdata, yang mengatakan jika :


(2) Dengan pengangkatan ahli waris itu atau pemberian hibah warisan secara demikian, pewaris jangan merugikan para ahli waris, yang memiliki hak atas satu bagian menurut undang-undang.


Jika pewaris benar-benar tidak memiliki ahli waris, karena itu harta peninggalan yang ditinggalnya semuanya jadi milik negara. Hal itu seperti ditata dalam Pasal 832 ayat (2) KUH Perdata, yang mengatakan jika :


(2) Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, karena itu semua harta warisan jadi milik negara, yang harus membayar hutang-hutang orang yang meninggal tersebut, sepanjang harta warisan memenuhi untuk itu.


Ahli Waris yang Tidak Pantas Menerima Harta Peninggalan.


Undang-undang mengatakan empat hal yang mengakibatkan seorang ahli waris tidak pantas mewaris karena kematian, yakni :seorang ahli waris yang dengan keputusan hakim sudah dipidana karena dipersalahkan membunuh atau sedikitnya mencoba membunuh pewaris.


Seorang ahli waris yang dengan keputusan hakim sudah dipidana karena dipersalahkan mencelakakan dan mengadukan pewaris jika pewaris difitnah lakukan kejahatan yang diintimidasi pidana penjara lima tahun atau lebih.


Ahli waris yang sudah melakukan tindak kekerasan sudah nyata menghalangi atau menahan pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat.


Seorang ahli waris yang sudah menggelapkan, menghancurkan, dan memanipulasi surat wasiat.


Hukum waris menurut KUH Perdata memiliki keunikan yang membedakannya dengan hukum waris lainnya (hukum waris adat dan hukum waris Islam). 


Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang dengan judul "Hukum Waris di Indonesia", mengatakan jika keunikan dari hukum waris menurut KUH Perdata ialah ada hak mutlak atau legitieme portie dari para ahli waris masing-masing untuk setiap saat menuntut pembagian dari harta warisan. 


Pengertian hukum, dan jenis - jenis hukum di indonesia


Ini memiliki arti, jika seorang ahli waris menuntut pembagian harta peninggalan di depan pengadilan, tuntutan yang disodorkan itu tidak bisa ditolak oleh ahli waris lainnya. Ketetapan tentang itu tertera dalam Pasal 1066 KUH Perdata.


Demikian keterangan terkait dengan hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH