Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kegunaan Filsafat Ilmu

Ada seorang ilmuan yang mengatakan bahwa “kegunaan filsafat ilmu bagi ilmuan adalah seperti Ornitology terhadap burung.” Perlu diketahui bahwa Ornitology adalah ilmu tentang burung dan kegunaannya bagi burung bisa dibilang mirip seperti kegunaan fisika kuantum terhadap burung. Dengan kata lain tidak berguna.

Sebenarnya tuduhan semacam ini sudah ada sejak lama, seperti pepatah yang mungkin pernah anda dengar jika anda mempelajari ilmu filsafat di Fakultas Filsafat UGM. Sebuah tuduhan lama yang mungkin membebani pikiran para mahasiswa baru. Tapi merupakan tuduhan yang bisa jadi bahan kelakar bagi mereka yang sudah menelusuri carut marutnya lautan penuh bajak laut ala grand line dunia filsafat.

Biar saya perjelas masalah ini dan dari mana sang ilmuan mendapatkan pemikiran macam ini. Mari kita mengingat sejenak pemikiran filsuf Feyerabend sang anarkis. Dia menyatakan “Apasaja boleh!” dengan kata lain “siapa yang butuh metode?” 

Metode-metode yang digambarkan para filsuf ilmu ini sepertinya pada kenyataannya tidak sesuai perkembangan ilmu secara nyata yang dilakukan oleh para ilmuan. Inilah titik tolak kritik Feyerabend si preman filsafat ilmu. Pecahkan saja metodenya biar ramai.

Lagipula untuk apa sang ilmuan mempelajari filsafat ilmu. Dia bisa jadi belum pernah mendengar Popper, Kuhn, Lakatos, lingkaran Wina. 

Dia cukup tahu saja metodologi penelitiannya dan ilmuan-ilmuan yang telah mendahuluinya Dan dia cukup kumpulkan dana dan meneliti, persetan dengan para filsuf konyol yang berdebat tidak keruan di sana-sini. Dia masih punya percobaan yang harus dilakukan, pemecah atom yang harus dijalankan dan kuisioner yang harus diisi.

Jadi memang filsafat ilmu tidak berguna?

Tunggu dahulu. Coba kita lihat mengenai Lingkaran Wina, dan positivisme August Comte dan bagaimana dia mempengaruhi dunia ilmu dengan dahsyat. Ilmu-ilmu lain jadi ikut-ikutan meniru metode ilmu alam. Dari ekonomi hingga psikologi. 

Siapa yang datang untuk membela agama, akal sehat dan filsafat sendiri. Mereka adalah para filsuf ilmu pengetahuan.

Kita lihat pembelaan Popper atas kebermaknaan agama dan filsafat, Pengungkapan Kuhn atas kemungkinan keterjebakan ilmuan dalam paradigma, Feyerabend yang membela dunia dari tirani ilmu pengetahuan, Lakatos yang masih menaruh harapan pada rasionalitas. 

Memang nampaknya sepele, tapi setidaknya siapa lagi yang akan membela kebenaran-kebenaran yang tertindas selain para filsuf ilmu. Para burung boleh saja mengatakan bahwa Ornitologis tidak membantu mereka, mereka boleh saja bilang demikian.  

Tapi bagaimana dengan habitat yang lain, yang terancam oleh perkembangan burung. Bagaimana dengan burung yang langka dan terancam.


Mungkin filsafat ilmu dianggap tidak berguna. Memang-masalah yang ada di dalam filsafat ilmu seringkali kelihatan blunder, tidak berguna, palsu. Tapi siapa lagi yang punya kapabilitas untuk menyingkap realitas dunia ilmu dan membela “The Other”. Bukan fisikawan dengan mikroskopnya, bukan sosiolog dengan kuesionernya,