Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peran Budaya dalam Kepemimpinan

Peran Budaya dalam Kepemimpinan
 Peran Budaya dalam Kepemimpinan


Acara serah terima jabatan itu selesai sudah. Sederhana, namun khidmat, begitu komentar beberapa karyawan. Tiba-tiba ada orang yang berbisik lirih, “Tapi dia orang Jawa Barat lho, biasanya kalau jadi pemimpin kurang tegas...” Orang yang mendengar itu tampak meng-amin-kannya. Tiba-tiba di belakang mereka ada yang menyela, “Tapi banyak juga lho orang Sunda yang tegas. Banyak contohnya lho...”

Apa yang saling dibisikkan itu memang sah-sah saja. Bawahan memiliki harapan-harapan tersendiri tentang pemimpinnya. Bagi orang Jawa, mereka ingin memiliki pemimpin yang merupakan perpaduan raja dan pendeta. Ya tegas dan juga bijaksana, serta memberi ketentraman sebagaimana pendeta yang memberi keteduhan kepada orang-orang.

Baca juga : Komunikasi Antar Budaya, Pengertian,Fungsi, Dan Tujuannya

 Apakah harapan itu berlebihan? Tidak. Orang-orang Jawa mengharapkan pemimpin seperti itu karena budaya Jawa yang memang menghendaki pemimpin selain memimpin Negara juga menjadi pemimpin agama.

Apa gelar Sultan Agung Mataram? Sultan Agung Hanyokrokusumo Sayidin Panatagama. Lihat, sultan itu diharapkan juga bisa menjadi pemimpin agama bukan?

Ketika Soeharto pulang dari ibadah haji, apa nama lengkapnya? Haji Muhammad Soeharto. Ini juga mencerminkan adanya ‘krenteg’ atau niat untuk menjadi pemimpin agama.

Ketika seorang menjadi bawahan, orang itu memiliki seperangkat harapan. Teori leadership categorization (Lord & Maher, 1991), menjelaskan harapan itu dalam bentuk prototype harapan.

Contoh, seperti uraian di atas, begitu bawahan orang Jawa jelas menginginkan pemimpin ideal sesuai dengan prototype Jawa. Ketika pemimpinnya dari suku lain, dan ternyata pemimpin itu berperilaku berbeda dengan harapannya itu, para bawahan itu akan menganggap atasan itu tidak mampu memimpin.

Mengapa mereka memiliki seperangkat harapan? Karena bawahan ingin bisa memprediksi perilaku atasan. Memprediksi? Ya, manusia adalah makhluk kebiasaan. Dengan memprediksi perilaku atasan, yang biasanya tidak berubah-ubah, bawahan akan menyesuaikan diri dengan atasannya itu.

Tapi, perilaku atasan tadi dan juga bawahan sangat dipengaruhi oleh budaya. Ketika kita bicara budaya, di tahun 1952 saja, peneliti Kroeber dan Kluckhohn sudah menemukan 160 definisi budaya. 

Definisi budaya yang relative mudah dimengerti adalah dari Hofstede (1984). Ia menjelaskan budaya adalah “pemrograman kolektif terhadap pikiran yang membedakan antara kelompok satu dengan lainnya.”

Pemimpin sangat dipengaruhi oleh budaya. Pernyataan ini semakin diperkuat oleh penelitian Laurent (1986) yang menemukan bahwa budaya pengaruhnya tiga kali lebih kuat dibanding jenis kelamin, tingkat pendidkan atau pekerjaan.

Budaya itu merasuk ke dalam perilaku kita melalui lingkungan rumah,  dan interaksi kita dengan anggota masyarakat sekitar kita. Kemudian, tanpa kita sadari, kita sudah ‘memeluk’ budaya itu.

Ketika Sergio Matviuk (2007) ingin melihat apakah ada perbedaan budaya pemimpin Amerika Serikat dan Meksiko terhadap harapan pemimpin ideal, dia menemukan bahwa memang ada perbedaan harapan antar kedua Negara itu.

Jadi ketika kita menjadi pemimpin, kita harus memahami benar di daerah mana kita bertugas. Bagaimana budaya yang ada di daerah itu? Bagaimana harapan-harapan mereka terhadap kita.

Caranya bagaimana? Anda datang kepada karyawan anda. Dengarkan bagaimana mereka ‘mendambakan’ pemimpin ideal. Melalui mendengarkan yang intens, anda akan menemukan seperangkat harapan itu. Setelah anda mendengarnya, kemudian telitilah kira-kira gaya kepemimpinan anda seperti apa. Apakah anda bisa memenuhi harapan mereka?

Setelah itu, ajaklah karyawan anda melihat sudut pandang lain tentang harapan pemimpin yang lain. Anda bisa mencontohkan para pemimpin ideal, baik yang masih hidup atau yang sudah mati. Anda juga ceritakan bagaimana pemimpin ideal menurut budaya atau suku anda. 

Dengan cara mengajak berdialog ini saja akan menyadarkan karyawan bahwa ternyata harapan pemimpin ideal itu banyak dipengaruhi oleh budaya pemimpin itu.

Baca juga : Ilmu Budaya Dasar ; Pemahaman, Tujuan, dan Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar

Kemudian, katakan kepada karyawan bahwa anda akan berusaha untuk memenuhi harapan mereka. Anda akan berusaha sekuat tenaga menjadi pemimpin ideal, namun anda perlu ingatkan, karena anda datang dari budaya yang berbeda, mungkin kepemimpinan anda tidaklah terlalu cocok dengan mereka.

Jika anda berani secara terus terang seperti itu, saya yakin karyawan akan memahami beda harapan pemimpin ideal. Tapi ada satu yang selalu benar di mana pun, bawahan selalu mengharapkan pemimpin yang jujur. Jadi, agar anda tidak ‘tersesat’ dalam pemenuhan harapan itu, jujurlah dalam memimpin, niscaya anda akan sukses. Tentu kejujuran itu harus dipadu dengan berbagai keterampilan kepemimpinan yang lain...