Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NASIONALIS DAN NASIONALISME

Beberapa orang yang sebaya dengan ayah atau kakek kita, yaitu mereka yang mengalami zaman penjajahan (Belanda, Inggris, atau Jepang) umumnya memahami tentang 'nasional.' Jika mereka menyatakan tidak memihak pada ekstrim 'kiri' atau 'kanan,' mereka selalu menyatakan "saya ini orang nasional." . 

Mereka juga mengalami masa pergerakan, yaitu bangkitanya semangat cinta tanah air, nusa dan bangsa. Pemuda-pemudi Indonesia pernah bersumpah yang dikenal dengan ‘sumpah pemuda.’ Sumpah itu merupakan ekspresi sikap Nasional. 

Sikap itu didasarkan atas kesadaran, bahwa semua orang yang mendiami wilayah teretorial Nusantara (kemudian disempitkan sebagai wilayah negera kesatuan Indonesia) adalah memiliki kesamaan kebudayaan, wilayah, dan cita-cita serta tujuan sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, dan berdaulat 

Soni Yahya meragukan bahwa tonggak nasionalis di Indonesia berangkat dari momentum 'Sumpah pemuda.' Mungkin Soni mencoba untuk mempertimbangkan aspek historis, yaitu Mahapatih Gadjah Mada yang memekikkan sumpah sakti pemersatu nusantara, yaitu Sumpah Palapa.

 NASIONALIS DAN NASIONALISME 

NASIONALIS DAN NASIONALISME
 NASIONALIS DAN NASIONALISME 


Emosi nasionalis terus merangkat meningkat ketika memasuki abad XX, semangat ini dikarenakan oleh kolonialisasi bangsa barat. Banyak negara dan masyarakat etnik yang ingin meneguhkan jati diri, identitas, serta emosi loyalitas kesatuan dalam berbangsa.

Damai Abadi, menyatakan: "Saya sering mendengar cerita tentang kehidupan pada zaman dulu. Kakek pada  zaman perang kemerdekaan. Orang dulu sangat peduli dengan nasib negaranya.Saya melihat kecenderungan pada zaman sekarang, orang dulu pada umumnya berpendidikan minim. 

Akan tapi sangat paham betul makna nasionalisme dibandingkan orang sekarang. Pada zaman reformasi ini pada umumnya banyak orang  yang berpendidikan tinggi, namun  tidak mampu membuhkan  nilai-nilai nasionalisme. 

Eduwardo Eka Saputra memandang ada 'kesalahan' dalam menerapkan semangat reformasi, sehingga menumbuhkan sikap pemimpin bangsa tidak lagi dijiwai oleh rasa nasionalis, Bahkan  seakan-akan respon masyarakat tampak acuhtak acuh  terhadap nasib negaranya. 

Banyak yang cendrung asik memburu jabatan?, dengan dalih menjalanan 'amanah.'."Icha Widyastuti, juga menyadari, bahwa upacara bendera yang dilaksanakan oleh instansi pendidikan dan instansi-instansi yang lain merupakan implementasi nasionalis. Jika tradisi itu ditinggalkan atau dilaksanakan dengan tidak menghayati, tentu lambat laun akan mengikis sikap nasionalisme.

Masyarakat Indonesia menemukan tali pengikat nasionalisnya dengan menyatakan sumpah bakti yang sangat apuh, hebat, dan terasa benar solidaritas sosialnya. Bangsa yang menyemangati masyarakatnya dengan kesatuan tanah air (teretorial nasional), bahasa (kesatuan bahasa identitas dan bahasa negara), serta berbangsa (kesatuan etnik). 

Tiga pilar ini memberikan kesadaran baru yang dianggap ampuh dalam memulai untuk menapak era baru berbangsa dan bernegara yang satu, yaitu Indonesia. Oleh karena itu, prospek kemerdekaan dimulai dari momentum yang heroik. Sebuah tonggak yang menghantar bangsa Indonesia benar-benar memperoleh realitas dan identitas. Jika tidak demikian, politik pemecah belahan identitas akan sangat mudah melumpuhkan perjuangan para penggerak perjuangan pembebasan penjajahan.

Transmisi yang terdiri dari tiga pilar tersebut memang mulai ditinggalkan, semangat kita pada era reformasi ini tidak dikembalikan pada hakekat ‘nasionalisme.’ yang telah diikarkat pada tanggal 28 Nopember 1928. Semangat kita hanya terpokus pada upaya untuk menyetabilkan kondisi sosial politik yang mengedepankan berbagai issu ‘kepemimpian.’ 

Sosok politikus yang merasa bahwa diri mereka mampu mengatasi berbagai aspek keterpukakan bangsa. Krisna Satria Winata, melontakan pertanyaan "Sebenarnya tokoh pemimpin bangsa yang memiliki semangat nasionalis itu pada saat ini seperti siapa." Pertanyaan itu tidak mudah dijawab, yang menjadi penting apakah setiap orang (Warga Negara Indonesia) masih mempunyai kemampuan menumbuhkan sikap nasionalis. 

Sehingga setiap orang tidak melupakan semangat heroik dari para pahlawan kemerdekaan RI. Bagus Setiawan. Para politikus dan pemimpin bangsa dewasa ini tampak lebih mementingkan dirinya sendiri,Sehingga banyak anak bangsa yang mempertanyakan, bagaimana menumbuhkan 'nasionalisme' yang terkesan telah terlupakan. 

Rizky Ramadhani Attaqwa, Rupanya ada kebimbingan yang menghantui generasi muda untuk mengekspresikan 'nasionalis.' Niar Trifinansih, apa yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dewasa ini hanya memahami 'nasionalis' sebatas istilah. Belum mengarah pada upaya mengekpresikan. 

Sebenarnya dapat bercermin pada masyarakat Jepang, mereka adalah bangsa yang militan. Seperti bangsa Indonesia, sekarang memanggul senjatan dan berjuang di medan perang sudah bukan masanya. Kita tentunya dapat mengekpresikan nasionalisme dengan menunaikan hal dan kewajiban berbangsa dan bernegara, serta bersikap profesional pada setiap profesi yang kita pilih.

Pondamental nasionalisme yang memiliki andil yang besar terhadap semangat perjuangan pembebasan dari penjajah. Musuk kita pada masa penjajahan adalah jelas, namun sekarang ini. Musuh yang kita hadapi sangat tidak jelas, siapa yang benar-benar memiliki jiwa nasionalis dan mana yang tidak. Semua maju ke depan ingin memperbakiki nasih ketimpangan sosial, kemiskinan, ketidak adilan, diskriminasi hukum.

Pola penggalian dan menggalian nasionalis di Indonesia memang tidak linier dengan Sumpah Pemuda, namun sudah diimplementasikan ke berbagai bentuk aktivita politik. Bahkan komunitas religi juga digunakan untuk memberikan warna yang sangat kuat untuk menunjukan semangat nasionalis. 

Sehingga gradasi tekstur semangat nasionalis menjadi beragam. Karena setiap komunitas merasa nyaman bahwa transmisi yang mereka gunakan adalah tepat. Sehingga variasi semangat nasionalis masyarakat Indonesia menjadi problematika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Agung Zhoharil Mustofa mengemukan, bahwa kondisi bangsa ini seakan-akani masih tergantung pada bangsa lain, bukankah seharusnya diyakini  sesuatu yang telah berhasil  diperjuangkan. Di samping itu kekerasan yang ada di kalangan masyarakat juga masih belum teratasi secara sistematis. 

Probelematika perekonomian, kesetaraan ras dan kemerataan pendidikan. Semua itu masih belum menjadi tannggung jawab bersama. Prinsip nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia juga telah mengalami degradasi karena telah terpengaruh nilai-nilai budaya manca. 

Jika tetap dibiarkan, degradasi nasionalisme akan mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada saat ini, tanggapan Reno Yuansyah, bahwa peran institusi pendidikan, keagamaan, atau organisasi masyarakat menjadi penyangga yang penting dalam menebalkan semangat nasionalisme. Misalnya momentum peringatan Hari Kartini yang dirayakan setiap tanggal 21 April. 

Kartini harus tetap menjadi inspirator yang tidak hanya semangat emansipasi wanita, namun telah diekspresikan sebagai semangat prulatisme yang ditumbuhkan mulai dari siswa PAUD. Semangat nasionalis telah menjadi ekspresi yang menerima aspek perbedaan dari bangsa ini dalam diri setiap orang Indonesia. 

Bunga Widiya Larashati menambahkan, bahwa peran Pancasila yang memiliki kesaktian tidak lagi dihayati menjadi orentasi mentalitas. Pimpinan bangsa lebih banyak didorong oleh kekuatan 'asing' yang memperlemah semangat nasionalismenya (?).

Nasionalisme yang Terancama Budaya Manca

Di era modern, rasa nasionalisme masyarakat Indonsia semakin lama semakin berkurang. Hal itu ditengarai adanya pengaruh budaya asing yang masuk.  Masyarakat Indonsia yang mengalami perkembangan menjadi masyarakat modern. Rasa cinta terhadap nilai-nilai kebangsan dan kesatuan mulai berkurang, hal iotu disebabkan oleh pengaruh budaya manca. 

Masyarakat Indonesia dewasa ini sangat sensitif terhadap perubahan dan mendikotomikan gaya hidup masa lalu dianggapo 'kuno' dan gaya hidup yang berasal dari luar dianggap 'modern.' Misalnya saja barang-barang dari luar negeri, alat-alat elektronik yang kecanggihannya semakin tak tertandingi, dan semua itu berasal dari luar negeri. 

Di sisi lain bisa dilihat juga dari segi keseniannya. Misal orang-orang zaman sekarang lebih menyukai tari modern (dance) hip hop, breakdance, daripada tari tradisional. Hal ini sangat mematikan kebudayaan Indonesia.Prasetyo Wicaksono Effendik menegaskan, bahwa pengaruh budaya asing dan lemahnya sikap masyarakat Indonesia dalam mempertahan kekayaan budaya. 

Merupakan salah satu indikator melemahnya sikap nasionalis. Selain dari pada itu, setiap warga negara Indonesia yang memiliki kesadara memiliki kekayaan budaya dibutuhkan pendidikan yang tepat, yaitu setiap orang dimungkinkan memiliki pengetahuan tentang kebudayaan etnik yang mereka milikil

Menyadari hal ini, kita sebagai warga Indonesia harusnya mulai berbenah diri menjaga rasa cinta terhdap tanah air. Semua kekayaan Indonesia haruslah dijaga, bukan ditinggalkan. Tidak perlu berpikir yang jauh tentang cara menjaga nasionalisme, cukup masyarakat menyadari pentingnya pendidikan dalam kehidupan. 

Sehingga warga Indonesia tak lagi dipandang remeh oleh negara-negara luar (Reply Octaviana Gasita). Mempertahanakn eksistensi sebagai bangsa memang sangat diperlukan, sehingga martabat sebagai bangsa yang mandiri dan  berdaulat dapat ditunjukan pada dunia. Kondisi melemahnya sikap mental nasionalis tentunya tidak menunggu bangsa ini akan dijajah lagi oleh bangsa asing (Andre Said).

 Ahmad Saichurrozi menghawatirkan, bahwa untuk menghayati nasionalisme itu membutuhkan proses penjajahan ulang (sungguhpun saat ini sudah terjadi, yaitu penjajahan ekonomi dan politis yang dilancarakan oleh bangsa lain). Sehingga kita tidak lagi dapat memperingati atau mendaur  daur ulang momentum historis itu, Upaya ini  dibutukan penyikapan yang lebih bijak. 

Seremonial memang terkesan hura-hura, namaun cara itu yang masih dapat dilakukan oleh berbagai instansi. Bukan berarti itu tidak berarti memiliki dampak ke depan. Upaya itu dibutuhkan rekonstruksi yang membutuhkan sumbangan dari generasi muda untuk menyikapi lebih esensia.

Daftar Pustaka

Anshoriy, Nasruddin, 2008, Neo Patriotisme: Etika Kuasa dalam Kkebudayaan Jawa. Jakarta, LKiS

Bisri, Mustofa, dkk. 2009. Renaisans Indonesia. Yogyakarta,  Grafindo Litera Media.

Manan, M'Azzam & Thung Ju Lan. 2011. Nasionalisme dan Ketahana Budaya di Indonesia, Jakarta, LIPI Press dan Yayasan Oboer Indonesia.

Hasibuan, Sofia Rangkuti. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia; Teori & Konsep. Jakarta, Dian R

Sumber intenet 

http://pancasila.weebly.com/pengertian-nasionalisme. diunduh 12 April 2014

Kontributor

Damai Abadi (NIM: 12025241740) Prodi Pendidikan Seni Tari dan Musik Off B

Soni Yahya (Nim: 130253602391) DKV off EE

Icha Widyastuti (NIM : 120252417479) Prodi : Pendidikan seni tari dan musik

ARDIANSYAH (NIM 1202524174930) Prodi Pendidikan Seni Tari dan Musik Off B

Reno Yuansyah (NIM : 130253602356) Offering : DKV EE.

Bunga Widiya Larashati (Nim :120252402070) Prodi :pstm (musik 2012).

Eduwardo Eka Saputra (Nim: 120252417485) off: b musik 2012.

Krisna Satria Winata (Nim; 120252417501) Of; B (MUSIK).

Octavian Gasita (NIM : 120252417448) Off : B-Pendidikan Seni Tari dan Musik. 

Rizky Ramadhani Attaqwa (NIM. 120252417500) Off b Musik.

Bagus Setiawan (NIM 120252417464) Off B

Niar Trifinansih ( NIM, 120252417440)Pend. Seni Tari dan Musik Off B

Andre Said  (NIM 130253602390) DKV  E E.

Prasetyo Wicaksono Effendik (NIM 13025602371) Off : DKV EE

Aninditya Daniar (NIM: 130253613015) Prodi Desain Komunikasi Visual Off EE

Ahmad Saichurrozi (Nim: 130253613004) Off EE DKV

Agung Zhoharil Mustofa (NIM : 120252417443)