Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Politik : Antara Etika dan Karir

STRATEGI POLITIK :: Strategi Politik: Antara Etika dan Karir

Strategi politik adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dalam ranah politik. Tidak jarang pula karir dalam politik kemudian dijadikan strategi dalam politik untuk mempertahankan kekuasaan. Lalu, ke manakah kebaikan dalam politik itu? Apakah ada atau hanya sekadar harapan? Apakah di dalam politik ada kebaikan, atau politik dapat dijadikan alat untuk mencapai kebaikan?

Strategi Politik: Antara Etika dan Karir

Etika Politik

Etika dan karier sering kali menjadi persoalan dalam dunia politik. Di satu sisi orang menginginkan politik yang membawa kebaikan, tetapi di sisi lain ada pula yang menjadikannya sekadar karir.

Apa yang disebut dengan yang baik? Ajaran moral Aristoteles dalam Nicomachean Ethics meyebutkan bahwa yang baik adalah eudaimonia (kebahagiaan). Untuk mencapai kebaikan tersebut maka setiap orang harus memiliki apa yang Aristoteles sebut dengan keutamaan, yang dicapai melalui dua jalan: intelektual dan moral.

Karena bangunan etika Aristotelenian dibentuk atas dasar teleologis –dalam hal ini untuk mencapai kebahagiaan–, maka politik tidak lain adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri. Lalu, kebahagiaan apa yang bisa dicapai melalui politik? Ada orang yang merasa bahagia setelah dia berhasil melakukan korupsi, money politics, jual beli jabatan, maupun mendapat kebesaran nama. Mana yang benar-benar disubut sebagai kebahagiaan?

Pertama, kita harus menggarisbawahi bahwa kebaikan hanya dicapai melalui jalan keutamaan. Kedua, K. Bertens memberikan tafsiran terhadap apa yang disebut eudaimonia, yaitu "kebahagiaan yang sesungguhnya tercapai, jika manusia mewujudkan kebijaksanaan yang tertinggi, yaitu pengertian tentang kebenaran yang teguh dan tak terubahkan”.

Saat ini para elite politik telah melupakan politik sebagai seuatu kebaikan. Politik lebih sering dipakai sekadar sarana untuk mendapatkan kenikmatan (jabatan, kuasa, korupsi, dan lain-lain). Mungkin karena kekhilafan mereka sebagai manusia, atau mungkin karena mereka memang tidak memiliki intelektualitas dan moral.

Menurut Aristoteles, “orang yang secara moral lemah tidak bertindak seperti orang yang mempunyai pengetahuan dan melihatnya, namun seperti orang yang tertidur atau mabuk”. Ia juga mengatakan, bahwa “orang yang secara moral lemah adalah seperti negara yang menentukan semua keputusan benar dan mempunyai undang-undang dengan standar moral yang tinggi, tetapi tidak menerapkannya”.

Kondisi politik kita saat ini bisa dibilang sangat lemah secara moral. Oleh karenanya, kita sulit pula mengatakan bahwa politik kita hari ini sebagai sarana bagi kebaikan.

Ketika Politik Dijadikan Karir

Apa jadinya ketika politik hanya sebagai ajang karier seseorang? Pertama, politik hanya menjadi batu loncatan untuk mencapai karier yang lebih tinggi. Mungkin impian seseorang adalah menjadi pengusaha, karena politik membuka jalan bagi keinginannya itu, maka ia masuk ke dalam politik. Atau sebaliknya, karena karir dia sebagai pengusaha memudar, kemudian ia pindah ke politik.

Kedua, logika yang bermain dalam karier adalah logika persaingan, dan bukan logika pengabdian. Maka di dalam politik, pengalaman seseorang aktif di organisasi, pindah-pindah partai, gonta-ganti jabatan menjadi lebih penting ketimbangan seberapa besar pengorbanan dia bagi kepentingan publik dan pengabdian. Inilah yang dalam term komunikasi politik berkaitan erat dengan masalah pencitraan.

Ketika politik melulu karier, maka capaian yang diingikan adalah capaian yang sifatnya pribadi, karena pada dasarnya tidak ada karier yang bersangkutan dengan kepentingan orang banyak. Karir lebih berkaitan dengan kepentingan pribadi.

Seseorang yang memosisikan politik sebagai karier tidak ubahnya dengan gambaran pemuda yang disebutkan Aristoteles; “ia selalu mengejar semua kepentingannya di bawah pengaruh emosi-emosinya. Pengetahuan tidak akan bermanfaat bagi orang seperti ini atau siapa pun yang lemah secara moral”.

Kita semua berharap kebaikan dari proses politik yang sedang kita jalankan. Namun, jika kebaikan itu tidak kunjung datang juga, apakah yang hendak kita lakukan? Mengubah, merebut, meratapi, atau yang lain?