Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan Keuangan Negara Dan Hukum Keuangan Negara

Keuangan Negara selaku pemahaman memiliki korelasi dengan negara. Sedang Negara ialah satu istilah dalam pengetahuan hukum. Dalam hubungannya dengan hukum Tata Negara, karena itu keuangan Negara terkait dengan badan - badan kenegaraan seperti pemerintah (Presiden atau Departemen-Departemen), Dewan Perwakilan Rakyat dan badan Pemeriksa Keuangan.

Administrasi - Keuangan Negara selaku pemahaman memiliki korelasi dengan negara. Sedang Negara ialah satu istilah dalam pengetahuan hukum. Dalam hubungannya dengan hukum Tata Negara, karena itu keuangan Negara terkait dengan badan - badan kenegaraan seperti pemerintah (Presiden atau Departemen-Departemen), Dewan Perwakilan Rakyat dan badan Pemeriksa Keuangan. 

Jalinan antara tubuh-badan kenegaraan itu mencakup pembagian pekerjaan, kuasa, pertanggungjawaban dan sebagainya. Sedang hubungan dengan Hukum Administrasi Negara mencakup, diantaranya: tehnik pengaturan bujet, proses legitimasi, beberapa sumber keuangan, pajak, retribusi, bantuan, faktor penghasilan dan pengeluaran, sumber penghasilan wilayah, aktiva dan utang negara dan lain-lain.

Pemahaman Keuangan Negara

Menurut manual Administrasi Keuangan Wilayah yang diartikan dengan Administrasi Keuangan Negara ialah semua hak dan keharusan yang bisa dipandang dengan uang (baik uang atau barang) yang bisa jadi kekayaan Negara sehubungan dengan penerapan hak dan keharusan itu. 

Sedang menurut Richard Musgrave dalam "The Theory of Public Finance" "The complex of masalah that konter around the revenue and expenditur process of government is refered to traditionally as khalayak finance"

Kumpulan permasalahan yang sekitar di sekitar proses penghasilan dan berbelanja negara secara tradisionil umumnya bisa dipandang seperti keuangan negara).

Disamping itu keuangan Negara dirumuskan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 mengenai Tubuh Pemeriksa Keuangan Negara yang dalam keterangan Tambahan helaian negara (TLN) No. 2776 selaku berikut ini: 

Kekayaan negara semua terhitung didalamnya,a beberapa bagian harta punya kekayaan dan semua hak dan keharusan yang muncul karenanya, baik kekayaan itu ada dalam kekuasaan  pejabat-pejabat atau lembaga  terhitung perintah atau ada dalam kepenguasaan dan pengurusan beberapa bank pemerintahan, dengan status hukum khalayak/perdata

Jikamana dibanding beberapa pengertian tertera di atas, rupanya pengertian yang disampaikan dalam manual administrasi keuangan dan UU

No. 17 Tahun 1965 lebih luas daripada pengertian yang diberi Richard Musgrave. Pengertian dalam Manual Administrasi Keuangan Negara dan UU No. 17 Tahun 1965 itu lebih luas sebab dari sisi memiliki kandungan bujet negara, memiliki kandungan elemen kekayaan negara yang tidak langsung diatur oleh pemerintahan, seperti bank dan beberapa perusahaan negara yang lain.

Dari rumusan pemahaman keuangan negara itu bisa disaksikan beberapa elemen/faktor yang terdapat di dalamnya.

1. hak-hak negara

2. kewajiban-kewajiban negara

3. ruangan cakupan keuangan negara

4. faktor sosial ekonomi dari keuangan negara

1. Hak-Hak Negara

Hak-haknya yakni dalam masalah ini tersangkut permasalahan keuangan negara, di mana pemerintahan untuk isi kas dalam rencana membayar kebutuhan-kepentingan aparat birokrasi (teratur) dan warga (pembangunan), dan hak-hak misalnya: 

a. Hak monopoli cetak uang

b. Hak untuk mengambil pajak, bea, cukai dan retribusi

c. Hak untuk produksi barang dan layanan yang paling diperlukan warga

d. Hak untuk lakukan utang bagus di dalam atau luar negeri

2. Kewajiban-Kewajiban Negara

Selain diberi hak-hak dalam soal keuangan, dibebani kewajiban-kewajiban yang perlu dikerjakan yang disebut pekerjaan dasar yang perlu dikerjakannya. Kewajiban-kewajiban khusus itu adalah realisasi dari arah Indonesia seperti termaktub dalam alinea IV, Pembukaan UUD 1945 yakni:

Membuat perlindungan seluruh bangsa dan semua tumpah darah Indonesia

Memajukan kesejahteraan umum

Mencerdaskan kehidupan bangsa

Turut melakukan keteraturan dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian kekal dan keadilan sosial.

3. Ruang lingkup Keuangan Negara

Ruang Lingkup Keuangan Negara bisa diperbedakan atas 2 (dua) formasi, yakni:

    a. Keuangan negara langsung diurusi pemerintahan

Yakni bisa berbentuk uang atau berbentuk barang. Berbentuk uang berbentuk berbentuk APBN. Sedang berbentuk barang bisa berbentuk barang bergerak, tidak bergerak, hewan dan stok. Berkenaan barang ditata dalam pasal 55 ICW.

    b. Keuangan negara yang dipisah pengurusannya

Keuangan negara yang dipisah pengurusannya ialah kekayaan negara yang pengendaliannya bisa didasari atas hukum khalayak atau hukum private. Beberapa bentuk Usaha Negara itu diantaranya berbentuk Perusahaan Jabatan (Perjan), Perusahaan Umum Negara dan Persero. Dan Lembaga-lembaga Keuangan Punya Negara yang ditata dalam undang-undang No. 14/1968.

4. Faktor Sosial Ekonomi dari Keuangan Negara

Faktor sosial ekonomi keuangan negara diantaranya meliputi distribusi penghasilan dan kekayaan dan konsistensi kegiatan-kegiatan ekonomi.

Pentingnya distribusi penghasilan dan kekyaan negara khususnya kurangi rasa kecemburuan sosial yang muncul dalam barisan warga. Sedang faktor politik dan sosial diantaranya berbentuk sokongan kemiskinan, perawatan fakir miskin, servis kesehatan dan sebagainya.

Sedang untuk maksud konsistensi ekonomi untuk kurangi munculnya kegoncangan.

Dasar Hukum Keuangan Negara

Pasal 23 UUD 1945 mengendalikan secara eksklusif berkenaan keuangan negara selaku berikut ini: 

1. Bujet penghasilan dan berbelanja diputuskan setiap tahun dengan Undang-undang. Jika DPR tidak menyepakati Anggara yang diusulkan Pemerintahan, karena itu Pemerintahan jalankan bujet tahun kemarin.

2. Semua pajak untuk kepentingan negara berdasar Undang-undang.

3. Jenis dan harga mata uang diputuskan dengan Undang-undang.

4. Hal keuangan negara seterusnya ditata dengan Undang-undang.

5. Untuk mengecek tanggung jawab mengenai keuangan negara diselenggarakan satu Tubuh Pemeriksa Keuangan, yang ketentuannya itu diberitahu dengan Undang-undang. Hasil pengecekan itu diberitahu ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Bijakin P. Soeria Atmadja, jika penampikan itu berlangsung 1x, karena itu landasan penentuan setahun itu berlaku. Dengan begitu berkenaan dasar Hukum Pengendalian Keuangan Negara bisa diambil kesimpulan selaku berikut ini: 

1. Dasar Umum

    a. UUD 1945

    b. Ketentuan MPR berkenaan Garis-Garis Besar Haluan Negara

2. Dasar Hukum

    a. Ketentuan Perundang-undangan tersangkut Pajak, Bea dan Cukai

  b. Ketentuan Pemerintahan, Keputusan/Perintah Presiden dan Ketentuan/Keputusan Menteri Keuangan Negara (terhitung Kepres Nomor 14A Tahun 1980).

Aktiva Pemerintahan

Aktiva atau kekayaan Pemerintahan (dalam faktor tertentu bermakna Staats domain) merupakan salah satunya sumber penting untuk Pemerintahan untuk membayar rutinitas-aktivitasnya dalam rencana layani keperluan-kebutuhan warga untuk tingkatkan kesejahteraannya.

Tiap tahun kekayaan yang tidak hasilkan ini akan makin bertambah besar banyaknya yang bermakna tiap tahun bertambah juga pembiayaan atau eksploitasnya.

Sedang kekayaan Pemerintahan yang memberi sumber pendapatan atau penghasilan bisa dibagi jadi tiga, yakni:

a. Perusahaan negara

b. Tanah negara atau Staats domain (tanah yang terkuasai negara)

c. Peranan perbankan

Bujet Negara

Bujet ialah kisah kebijakan negara yang tercermin berbentuk beberapa angka (uang) yang disebut penghasilan dan pengeluaran negara untuk periode waktu tertentu yang biasanya untuk periode waktu setahun yang selain itu berisi beberapa data penerapan bujet tahun kemarin.

Manfaat PEngontrolan anggarn yakni kita dapat melihat  lebih cepat  kegiatan-kegiatan atau peraturan  negara di saat setahun kedepan dan sekalian bisa MEmbandingkan  maju mundurnya kegiatan-kegiatan negara dan beberapa sektor mana yang akandi fokus di tahun kedepan.

Dengan begitu pada hakekatnya pengaturan bujet untuk penuhi keperluan administrasi keuangan secara teratur, teratur, disiplin dan sekalian mempermudah pemantauan.

 Penghasilan Negara

Penghasilan negara ialah realisasi penghasilan penghasilan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran negara. Penghasilan negara ini biasanya dipisah dalam beberapa kualifikasi. Penghasilan itu selalu berkembang selaras dengan perubahan zaman.

Seorang pakar pada negara Perancis Jean Bodin (1930-1956) mengatakan beberapa jenis kualifikasi akseptasi negara:

- Pampasan perang

- Hadiah negara teman dekat

- Domein atau tanah punya negara

- Beberapa perusahaan punya negara

- Bea exportt dan impor

- Pajak

Selanjutnya seorang pakar keuangan negara Jerman Cameralis membandingkan akseptasi negara selaku berikut ini: 

- Perpajakan

- Domein

- Regalia (upeti)

Regalia ini terbagi dalam regalia Majora, yakni hak prerogatif Raja dan regalia Minora yakni hak pungutan yang diberikan ke bangsawan. Selanjutnya ada kembali regal bea untuk jalan dan sungai dan pada akhirnya berkembang jadi alat, water, retribusi konsesi dan sebagainya.

Selanjutnya masih ada ketidaksamaan yang lain yang didasari yang menerima atas karakter hukum yakni yang memiliki sifat hukum private (misalkan keuntungan perusahaan, perkebunan, dan sebagainya) dan hukum khalayak (misalkan pajak, retribusi dan sebagainya).

Di Amerika Serikat banyak pakar memberi ketidaksamaan selaku berikut ini: 

- Perpajakan (taxation)

- Akseptasi komersil (comercial revenne)

- Akseptasi administratif (administrative revenne)

- Akseptasi lainnya

Khusus di Indonesia, nampaknya dalam pengaturan APBN dalam soal penghasilan dampak ICW (Indische Comptabiliteit Wet) masih berasa dampaknya masih berasa dampaknya. Menurut APBN, penghasilan negara dibagi jadi:

1. Sumber Akseptasi Teratur

2. Sumber Akseptasi Pembangunan

    1. Sumber-Sumber Akseptasi Teratur

        a. Akseptasi hukum pajak di luar negeri

        b. Akseptasi pajak langsung 1. Pajak penghasilan  2. Pajan perseroan

3. Hitung/menyerahkan pajak orang (MPO)

4. Pajak kekayaan

5. Pajak atas bunga, deviden dan royalty

6. Lainnya pajak langsung

    c. Akseptasi pajak tidak langsung

        1. Pajak pemasaran

        2. Pajak pemasaran import

        3. Bea materai

        4. Bea lelang

        5. Lainnya pajak tidak langsung

    d. Akseptasi bea cukai

        1. Bea masuk

        2. Cukai tembakau

        3. Cukai gula

        4. Cukai bir

        5. Cukai alkohol sulingan

    e. Akseptasi pungutan lainnya

        1. Pajak export

        2. Pungutan pembangunan wilayah (ipeda)

        3. Pajak persero minyak

    f. Akseptasi pengajaran

        1. Uang pengajaran

        2. Uang ujian masuk/peningkatan tingkat/akhir pengajaran

        3. Uang ujian jalankan praktik

    g. Akseptasi pemasaran

        1. Pemasaran hasil pertanian/perkebunan

        2. Pemasaran hasil peternakan

        3. Pemasaran hasil perikanan

        4. Pemasaran barang yang sudah dihapus/yang berlebihan/yang hancur

        5. Pemasaran rumah

        6. Pemasaran karcis/ongkos masuk

        7. Pemasaran penerbitan/foto/film/poster/gambar/peta

        8. Pemasaran beberapa obat (vaksin) dan hasil farmasi yang lain

    h. Akseptasi layanan

        1. Sewa/pergantian penggunaan beberapa benda tidak bergerak (rumah dinas/rumah             negeri/bangunan) beberapa benda bergerak (beberapa alat besar dan beberapaya)

            2. Akseptasi rumah sakit dan lembaga kesehatan yang lain

            3. Akseptasi project pembangunan dan beberapa perusahaan

            4. Pemberian surat info (visa/paspor/sertifikat registrasi tanah dan lain-lain)

            5. Pemberian hak dan hal pemberian izin

            6. Akseptasi sensor/karantina/pemantauan/pengecekan

            7. Akseptasi layanan tenaga/layanan pekerjaan

            8. Akseptasi layanan dalam soal nikah, cerai dan rujuk

            9. Akseptasi layanan instansi keuangan

            10. Akseptasi pungutan

    i. Akseptasi kejaksaan dan peradilan

        1. Penghasilan hasil sitaan

        2. Akreditasi tanda-tangan (oleh Menteri Kehakiman)

        3. Legitimasi beberapa surat di balik tangan

        4. Bea nikah dan akta kelahiran pada catatan sipil

        5. Uang meja (leges) dan gaji pada Panitera Tubuh Pengadilan

        6. Hasil denda/denda tilang dan lain-lain

        7. Lainnya akseptasi kejaksaan dan peradilan

  j. Akseptasi kembali dan akseptasi lainnya

        1. Akseptasi kembali utang

        2. Akseptasi kembali uang muka upah/sokongan

        3. Pungutan kembali/tukar rugi atas rugi yang dialami oleh negara

        4. Akseptasi lainnya

 k. Akseptasi khusus

        1. Sisi keuntungan perusahaan negara/bank negara ke pemerintahan

        2. Akseptasi kembali tersisa bujet pembangunan

        3. Akseptasi kembali tersisa bujet teratur

        4. Tersisa bujet lebih (saksikan akseptasi pembangunan di bawah)

    2. Sumber-Sumber Akseptasi Pembangunan

           a. Nilai musuh kontribusi program

            b. Nilai rupiah kontribusi project

            c. Tersisa bujet lebih (bujet teratur tertera di atas No. 11.4)

g. Keuangan Wilayah

Jika berdasar pasal 18 UUD 1945 dan sesuai otonomi yang dikasih ke wilayah, karena itu wilayah dikasih hak untuk mengurusi rumah tangganya sendiri dan padanya diberi beberapa sumber penghasilan yang cukup.

Kuasa yang dikasih ke wilayah itu diantaranya:

1. Pengambilan beberapa sumber penghasilan wilayah seperti diartikan dalam pasal 55 UU No. 5 Tahun 1974

2. Penyelenggaraan pengurusan, pertanggungjawaban dan pemantauan keuangan wilayah (pasal 62 UU No. 5 Tahun 1974)

3. Penentuan bujet penghasilan dan berbelanja wilayah (APBD) dan penghitungan atas APBD (pasal 64 ayat (2) dan (3) UU No. 5 Tahun 1974

1. Konsep Pengaturan dan Penerapan APBD

Supaya wilayah dalam pengaturan dan penerapan APBD dapat juga pas ketika waktunya sesuai ketetapan pasal 64 (2) UU No. 5 Tahun 1974

Supaya wilayah selalu mengupayakan diwujudkannya bujet yang sama dalam artian ada kesetimbangan di antara pengeluaran dan akseptasi wilayah. Selain itu supaya selalu diupayakan ada kenaikan akseptasi wilayah.

Supaya wilayah selalu melakukan teratur bujet yang tercermin dari bertambahnya penghasilan asli wilayah. Dengan begitu periode waktu penentuan APBD sesuai ketetapan pasal 64 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1974.

2. Landasan Hukum Keuangan Wilayah

Atas landasan pasal II Ketentuan Pengalihan UUD 1945, ICW (Indische Comptabiliteit Wet) Undang-undang Daftar Indonesia, dipersingkat UUPI-Stbl. 1864 No. 164.

Mengendalikan kuasa penyelenggaraan keuangan wilayah, diantaranya:

1. Ketentuan menteri dalam negeri No. 8 Tahun 1978 mengenai akseptasi bantuan faksi ke-3 ke wilayah.

2. Ketentuan menteri dalam negeri No. 11 Tahun 1978 mengenai penerapan tuntutan daftar dan gugatan ganti rugi dan material wilayah

3. Ketentuan menteri dalam negeri No. 4 Tahun 1979 mengenai penerapan pengendalian barang pemda

4. Ketentuan menteri dalam negeri No. 1 Tahun 1980 mengenai panduan/dasar tata administrasi bendaharawan wilayah

5. Keputusan menteri dalam negeri mengenai penerapan bujet penghasilan dan berbelanja wilayah

h. Bendaharawan

Bendaharawan wilayah seperti diartikan dalam pasal 40 ayat (1) Ketentuan Pemerintahan No. 5 Tahun 1975 ialah "mereka yang ditugaskan untuk terima, simpan, bayar atau memberikan uang wilayah, beberapa surat bernilai dan beberapa barang punya wilayah dan bertanggungjawab ke kepala wilayah.

Dilihat dari sisi objek pengurusan khusus, karena itu bendaharawan wilayah bisa dipisah atas:

Bendaharawan uang yakni yang terima, simpan dan keluarkan atau membayar uang yang terkuasai negara.

Bendaharawan barang yakni yang terima, simpan dan keluarkan barang punya negara.

Bendaharawan uang dan dan barang yakni yang terima, simpan dan keluarkan atau membayar uang dan beberapa barang punya negara.

Bendaharawan uang terbagi dalam:

1. Bendaharawan umum ialah yang jalankan pengurusan kas negara dan bekerja terima semua penghasilan negara, simpan dan membayar berdasar surat perintah bayar dari ordonator.

2. Bendaharawan khusus akseptasi tertentu yakni bendaharawan penyambung di antara faksi bayar dengan kas negara. Pekerjaannya ialah terima pembayaran dari yang berkewajiban bayar, untuk seterusnya menyerahkan ke kas negara.

3. Bendaharawan khusus pengeluaran tertentu yakni bendaharawan yang bekerja untuk lakukan pengeluaran tertentu atas beban bujet.

i. Pendataan

Dasar hukum pendataan barang punya negara/kekayaan negara untuk semua daerah Republik Indonesia ialah perintah Presiden RI tanggal 30 Maret 1971 No. 3 Tahun 1971 mengenai pendataan beberapa barang punya negara/kekayaan negara.

Seterusnya dengan surat Selebaran Menteri Dalam Negeri

No. SD 6/2/26 mengenai penerapan perintah presiden RI No. 3 Tahun 1971 dipastikan juga jika keputusan menkeu No. KEP. 225/MK/V/4/1971 berlaku untuk pemerintah wilayah, jo. Ketentuan menteri dalam negeri No. 4 Tahun 1979.

Dalam keputusan menkeu RI No. KEP. 225/MK/V/1971, pasal 1 disebut yang diartikan (pemahaman) barang punya negara/kekayaan negara ialah semua barang punya negara/kekayaan negara yang berasal/dibeli dengan dana yang mengambil sumber untuk semuanya atau beberapa dari bujet berbelanja negara atau dengan dana di luar

Bujet berbelanja negara yang ada di bawah pengurusan departemen-departemen, lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga pemerintahan non departemen dan unit-unit di pada lingkungan yang ada baik dalam negeri atau di luar negeri, tidak terhitung kekayaan negara yang sudah dipisah (kekayaan Perum dan Persero) dan beberapa barang punya/kekayaan wilayah otonom.

Munculnya perombakan status hukum barang negara/wilayah, realisasinya ditata atas landasan diantaranya:

1. Perintah presiden RI No. 9 Tahun 1970 mengenai pemasaran atau pemindahtanganan beberapa barang yang dipunyai atau terkuasai oleh negara.

2. Ketentuan pemerintahan No. 46 Tahun 1971 mengenai pemasaran kendaraan perseorangan dinas punya negara.

3. Ketentuan pemerintahan No. 16 Tahun 1974 mengenai penerapan pemasaran rumah negeri, dan semua ketentuan eksekutornnya.

4. Ketentuan Menteri dalam negeri No. 4 Tahun 1979 (yakni khusus untuk barang punya wilayah) yang mengendalikan secara tehnis administratif.

Adapun yang diartikan dengan perombakan status hukum pada barang negara/wilayah yang menyebabkan berlangsungnya perombakan status hukum kepemilikan atas barang. Berlangsungnya perombakan status hukum itu bisa sebab:

1. Penghilangan barang

2. Pemasaran barang